Jumat, 13 Agustus 2010

Rekaman Ade-Ari Ternyata Tak Ada, Kredibilitas Polri Dipertaruhkan

JAKARTA – Rekaman sadapan pembicaraan Ary Muladi dengan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja yang selama ini diributkan dan disebut disimpan Bareskrim Polri, ternyata tidak ada barangnya.

Sebab, Mabes Polri hanya memiliki Call Data Record (data rekaman panggilan) lalu lintas pembicaraan telpon dari maupun ke nomor telpon milik Ade Rahardja dan Ary Muladi.

CDR itu merupakan hasil catatan provider layanan telepon seluler. Penegasan itu justru disampaikan Kabareskrim Polri, Komjen (Pol) Ito Sumardi. "Bukan rekaman, itu bukan rekaman, bentuknya CDR," ujar Ito Sumardi di Mabes Polri, Rabu (11/8).

Menurutnya, CDR itu pula yang akan diserahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seiring keluarnya penetapan dari majelis hakim agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan rekaman sadapan pembicaraan Ade Rahardja-Ary Muladi seperti yang diminta tim penasehat hukum Anggodo Widjojo. "Jadi hari ini kita akan serahkan," sambung Ito.

Namun demikian, kata Ito menegaskan, penyerahan CDR ke Pengadilan Tipikor itu harus dikaji dulu. Pasalnya, harus diketahui terlebih dulu apakah nomor-nomor yang tertera dalam CDR itu terkait dengan kasus yang didakwakan terhadap Anggodo Widjojo. "Diserahkan tentunya kita juga akan melihat apakah bukti itu terkait, relevan atau tidak. Kalau orang misalnya menelpon kepada seseorang boleh-boleh saja, kan tidak dilarang," tambahnya.

Namun Ito juga mengatakan, Polri akan tetap menyerahkan bukti yang dimilikinya itu ke pengadilan jika memang dibutuhkan di persidangan. "Ya kita akan serahkan ke pihak pengadilan, tentunya bukan dalam bentuk rekaman," ujarnya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Babul Khoir, mengungkapkan, soal adanya rekaman pembicaraan itu diketahui Kejagung berdasarkan Berkas Acara Pemeriksaan atas Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Namun, Kejagung tak pernah menerima bukti ataupun melihat transkrip hasil sadapan itu. "Di BAP disebut ada 64 kali percakapan antara Ade Rahardja dan Ari Muladi. Tapi bukti rekaman atau transkrip percakapannya nggak ada," ucap Babul Khoir di Kejagung, Rabu (11/8).

Berdasar isi BAP itulah, lanjut Babul, Jaksa Agung Hendarman Supandji saat dengar pendapat dengan Komisi III sempat mengatakan memiliki bukti keterlibatan pimpinan KPK. "Tapi Jaksa Agung tak pernah bilang punya bukti berupa kaset atau CDR (Call Data Record)," tegas Babul.

Dengan begitu, katanya, tak mungkin keterangan kejaksaan tentang isi berkas Bibit-Chandra berbeda dengan kepolisian. Kalaupun ada, tambah Babul, rekaman tersebut tetap harus diuji di pengadilan sebab sifanya hanya sebagai petunjuk bukan alat bukti.

Sementara Ketua Majelis Hakim Tipikor yang mengeluarkan penetapan agar rekaman sadapan dihadirkan, Tjkorda Rai Suamba, mempersoalkan jika CDR baru diserahkan pe Pengadilan, kemarin. "Karena kami sudah memberikan tiga kali kesempatan dan agenda sidang selanjutnya (Persidangan atas ANggodo) adalah pembacaan tuntutan. Itu tidak bisa mundur lagi," kata Tjokorda.

Saat ditanya apakah dengan demikian Kapolri telah menghina Pengadilan Tipikor karena sudah dua kali penetapan namun rekaman itu baru diserahkan kemarin, Tjokorda enggan menjawabnya. Sembari mengangkat bahu, Tjokorda mengatakan," yang penting kami sudah mengeluarkan penetapan soal itu."

Sedangkan juru bicara KPK, Johan Budi, justru mempertanyakan CDR yang diklaim polisi nomor telpon seluler Ade Rahardja. Alasan Johan, karena KPK juga pernah melakukan pemeriksaan internal terhadap Ade Rahardja, bersamaan ketika kasus Bibit-Chandra masih ditangani kepolisian.

Menurut Johan, nomor telepon seluler Ade Rahardja yang CDR-nya diperiksa KPK adalah 08116600XX. "CDR itu diperoleh dari pihak operator dan itu adalah nomor sehari-hari Pak Ade. Hasil pemeriksaan CDR menunjukkan bahwa tidak pernah ada kontak antara Pak Ade dan AM (Ary Muladi). Jadi Apa ada nomor lain?" ucap Johan.

Menurutnya, CDR merupakan catatan yang menunjukkan aktivitas nomor telepon seluler. "Di CDR bisa dilihat, nomor ini berhubungan dengan nomor ini, tanggal berapa, jam berapa, durasinya berapa lama dan ada juga informasi lokasi, waktu itu sedang berada di mana," terangnya.

Seperti diwartakan, sebelumnya marak disebut bahwa Polri dan Kejaksaan Agung memiliki bukti rekaman pembicaraan Ade Rahardja-Ary Muladi serta rekaman CCTV.

Penasehat hukum Anggodo pun meminta rekaman itu bisa dihadirkan di persidangan Pengadilan Tipikor. Namun Kejagung telah lebih dulu meralat dugaan kepemilikan rekaman itu.

Tidak adanya rekaman pembicaraan antara Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan Ari Muladi tersebut dinilai berpengaruh terhadap kredibilitas kepemimpinan Polri. Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri diminta ikut bertanggungjawab.

"Peristiwa ini akan berpengaruh terhadap kredibilitas kepemimpnan Polri, terhadap hal-hal sensistif yang sudah terlanjur disampaikan ke publik," kata Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/8/2010).

Priyo menilai kredibilitas institusi Polri sedang dipertaruhkan dalam kasus ini. "Dari segi politis ini mempengaruhi kredibilitas. Karena tidak seiya sekata seperti yang disampaikan," imbuh Priyo.

Namun demikian, Priyo tidak mau menyampaikan lebih jauh dampak hukum atas sikap Kapolri tersebut. Seperti, misalnya, Kapolri bisa dijerat pidana karena dianggap melakukan pembohongan publik. "Tidak sejauh itu sebagai pembohongan publik," kata dia.

Priyo menganjurkan Kapolri tetap bisa membuktikan apa yang pernah dikatakannya. Hal ini semata-mata demi menjaga kredibilitas dan institusi yang dipimpinnya.


Komisi III Panggil Kapolri Kamis Depan

Terkait masalah rekaman tersebut, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri paling lambat Kamis depan usai peringatan HUT Kemerdekaan RI. Kapolri akan ditanya soal rekaman Ade Rahardja-Ari Muladi yang akhirnya hanya berupa call data record (CDR).

"Kita akan paggil Kapolri paling lambat Kamis pekan depan. Kita akan membahas hal-hal yang aktual, seperti Ba'asyir, rekaman Ade-Ari, dan rekening (jenderal) juga," ujar Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edy, seperti dikutip detikcom, Kamis (12/8/2010).

Mengenai rekaman Ade-Ari, Catur mengatakan DPR akan mengroscek kembali kepada Kapolri soal percakapan Ade-Ari baik soal format CDR maupun rekaman. Karena KPK saja tidak menemukan percakapan dalam format apapun.

"Tetap saja perlu diverifikasi karena KPK juga tidak menemukan adanya baik CDR maupun VDR (voice data record). Makanya itu harus dikroscek," kata Catur.

Catur menjelaskan jika seingatnya, Kapolri maupun Jaksa Agung dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dahulu, hanya mengatakan ada sambungan percakapan telepon antara nomor Ade dan nomer Ari sebanyak 64 kali. Tapi, tidak disebutkan itu adalah rekaman.

"Hanya mengatakan ada sambungan percakapan telepon antara nomor Ade dan nomer Ari sebanyak 64 kali. Jadi bukan rekaman pembicaraan. Kemudian tafsiran dan interpretasi kita dengan adanya 64 kali, ada rekaman pembicaraan," jelasnya.(ar/berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar