Minggu, 06 Juni 2010

SBY Gagal Mereformasi Birokrasi, Indonesia Terburuk Kedua di Asia

Oleh: Aris Kuncoro
JAKARTA-Meskipun sudah memimpin Indonesia sejak tahun 2004 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata masih belum mampu mempebaiki kinerja birokrat di negeri ini. Tahun ini, kinerja birokrasi Indonesia mendapat predikat terburuk nomor dua di Asia dengan nilai 8,59 (dengan skala terburuk 10) setelah India dengan nilai 9,41. Hal itu berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) kepada 1.373 eksekutif ekspatriat pada awal 2010.

Dalam survei PERC Survei itu memaparkan, selain belum bisa meningkatkan efisiensi birokrasi, kegagalan pemerintahan SBY dalam reformasi birokrasi itu pun harus dibayar mahal anak buahnya. Kegagalan itu turut berkontribusi terhadap pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

"Tingkat keterpilihan yang tinggi kepada Presiden SBY dalam pemilu tidak sertamerta membuat SBY memiliki kekuatan untuk merombak birokrasi di Indonesia," demikian pernyataan resmi PERC.

Bagaimana komentar pihak istana terhadap hasil survey ini?

Dari SBY belum ada komentar, tapi dari Istaa Wakil Presiden muncul tanggapan. Menurut Wakil Presiden Boediono yang menanggapi hasil survey itu, dirinya akan bekerja keras memperbaiki kinerja birokrasi Indonesia.

"Makanya ada reformasi birokrasi. Akan bekerja sekeras-kerasnya agar tidak di posisi terendah," kata Juru Bicara Wapres Boediono, Yopie Hidayat di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (4/6).

Menurut Yopie, Wapres yang juga adalah Ketua tim Pengarah Reformasi Birokrasi menilai hasil survei tersebut adalah masukan yang baik agar pemerintah bekerja lebih baik lagi.

Menurutnya, hasil survei tersebut bukanlah bukti bahwa reformasi birokrasi di Indonesia gagal. Sebab, saat ini reformasi birokrasi sedang dijalankan.

"Wapres kan baru bekerja di Tim Pengarah (reformasi Birokrasi) kira-kira satu bulan. Jadi hasilnya tentu belum terlihat," katanya.

Hasil survey tersebut, sebenarnya tidaklah terlalu mengejutkan kita. Sebab, secara kasat mata saja kita yang sehari-hari sering bertemu dengan para birokrat sangat paham betapa buruknya kinerja birokrasi kita.

Mestinya, bukan hanya wapres yang tanggap terhadap hasil survey ini. SBY pun harus cepat tanggap untuk segera mengatasi buruknya birokrasi ini. Apalagi, ketika SBY mulai memimpin negeri ini tahun 2004 silam, dirinya telah menetapkan reformasi birokrasi sebagai grand strategy pemerintah.

Dengan adanya hasil penilaian dari lembaga yang cukup terpecaya itu SBY tidak bisa lagi hanya tenang-tenang berpangku tangan. Apalagi, sebagai presiden, dirinya punya kewenangan dan kekuatan penuh untuk melakukan reformasi total terhadap birokrasi.

Tampaknya, kunci utama gagalnya reformasi birokrasi adalah karena kepemimpinan yang buruk. Terutama pucuk-pucuk pimpinan di kementrian/departemen. Reformasi birokrasi itu, jelas tergantung dari leadership setiap departemen.

Harus diakui, kalau pun ada reformasi birokrasi, maka kelihatannya yang sudah berjalan baru di departemen Kemenetrian Keuangan. Kemenrian yang lain, birokrasinya boleh dibilang masih buruk.

Proses reformasi birokrasi, tentu saja, membutuhkan kepemimpinan serta komitmen yang kuat dari pimpinan lembaga. Kuatnya kedua unsur tersebut mampu mendukung berjalannya reformasi birokrasi dalam sebuah lembaga. Kepemimpinan dapat menentukan suatu reformasi birokrasi terlaksana atau tidak di sebuah lembaga.

Yang juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah bahwa buruknya refromasi birokrasi itu sebenarnya tercermin pula dari tingkat korupsi yang masih tinggi. Buruknya birokrasi jelas tak bisa dipisahkan dengan tinggi angka korupsi..

Jika reformasi birokrasi ingin dijalankan dengan baik, SBY dan pembantu-pembantunya (para menteri) harus sanggup meminimalisir tingkat korupsi. Untuk itu tentu saja, baik SBY maupun mentei-menterinya juga harus memberi contoh kepada bawahannya.

Yang membuat kita prihatin, belakangan gebrakan dari SBY untuk memberantas korupsi ini tak segetol saat awal-awal dia berkuasa. SBY dan pemerintahannya harus tegas dalam upaya pemberantasan korupsi ini. Jika hal ini bisa dilakukan, tampaknya terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi mengikuti dengan baik. Dan program pemberantasan korupsi serta reforamsi birokrasi ini harus menjadi gerakan yang serius, jangan hanya berhenti di slogan saja.

Ketegasan ini harus dimulai dari SBY. Presiden harus berani memberi batas waktu dan arahan yang tegas dalam upaya pemeberantasan korupsi dan reformasi birokrasi ini. Semoga saja kali ini SBY terketuk hatinya untuk lebih tegas lagi dalam upaya melakukan reformasi birokrasi dan sekaligus meminimalisir tingkat korupsi di berbagai bidang dan kementrian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar